Kamis, 14 April 2011 , 06:02:00 PONTIANAK—Sepanjang Januari hingga April 2011 terhitung 11 kasus bunuh diri terjadi. Kalangan pria mendominasi sebagai korban. Pemicu persoalah hampir merata. Tidak jauh berbeda. Semua akibat korban merasa hidup tanpa arti bagi orang lain. Karena menjadi sasaran luapan emosi. Hingga memendam rasa dan ketika sudah tidak mampu menahan, segala emosi yang tertahan meluap. Dengan mengambil keputusan jalan pintas. Memilih mengakhiri hidup. Menjadi sebuah pilihan yang mewarnai kehidupan sosial dilingkungan masyarakat. Padahal segi agama melarang aksi bunuh diri. Pangkal persoalan bunuh diri karena faktor ketersinggungan menjadi motif utama. Mulai di lingkungan keluarga maupun dengan orang terdekat. Karena sulit menerima jika menjadi sasaran kemarahan. Bunuh diri menjadi bentuk perlawanan yang ditempuh. Meski sebetulnya masalah begitu ringan. Kasat Reskrim Polresta Pontianak Komisaris Puji Prayitno mengatakan kebanyakan terjadi akibat rasa ketersinggungan yang berlebihan. Hingga merasa hidup menjadi tanpa arti. Bunuh diri pun dianggap sebagai solusi terbaik. “Penyebab rasa ketersinggungan selalu datang dari orang dekat. Mulai orang tua maupun kekasih. Karena orang dekat sangat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Berbeda dengan orang yang hanya sebatas kenal biasa. Tanpa hubungan emosional,” katanya. Adapun kasus bunuh diri antara lain dua kasus di Sungai Kakap. Kedua korban adalah laki-laki. Bahkan seorang korban nekat bunuh diri karena tidak sanggup membayar uang mahar bagi calon istri. Kemudian kasus di Jalan Alianyang. Korbannya, seorang murid SMP. Bunuh diri karena dimarahi orang tua. Kasus gantung diri juga muncul di Jl. W.R Supratman. Lalu kasus serupa timbul di Sungai Raya, sebanyak satu kasus. Serta di Jalan Perdana. Seorang pria muda nekat menghabisi nyawa sendiri dengan cara gantung diri. Aksi nekat menghabisi nyawa sendiri terus berlanjut. Bahkan dengan cara cukup ekstrem. Yakni membakar diri. Aksi tersebut dilakukan sepasang suami istri di Kuala Ambawang, Kubu Raya. Rosita dan Hambali. Keduanya meninggal meski sempat menjalani perawatan intensif di rumah sakit. Menurut Kasat, penyulut pasangan suami istri itu bunuh diri diduga kuat karena masalah ekonomi. Bukan masalah ketersinggungan. Tetapi, lanjut dia, aksi bunuh diri banyak motif. Semua tergantung faktor yang melatarbelakangi Serta korban bisa muncul dari berbagai latar belakang. Namun kebanyakan korban bunuh diri berasal dari ekonomi kelas menengah. Meski menghabisi nyawa sendiri terkadang bukan akibat masalah perekonomian. “Terkadang nekat bunuh diri tidak tahan menghadapi keadaan atas penyakit yang diderita. Dengan menganggap penyakit sebagai beban serta tersinggung jika diajak membicarakan beban yang dihadapi. Hingga memutuskan bunuh diri. Ini juga bisa menjadi salah satu penyebab,” kata Kasat. Serta kasus terbaru. Cukup menghebohkan yakni percobaan bunuh diri seorang perempuan muda, Evi (20). Dengan nekat manjat tower stasiun transmisi salah satu TV Swasta, Selasa (12/4) kemarin. Aksi tersebut juga pernah menjadi peristiwa penutup tahun. Yakni pria melompat dari menara masjid di Jalan H.A.Rais Rahman. Penyebabnya, cinta di tolak. Kalau Evi, tidak terima di tuding selingkuh sama tunangan. Kasat menambahkan, dalam penanganan kasus bunuh diri pihaknya sebatas memeriksa korban. Namun jika untuk mencegah terasa sulit. Sebab menyangkut persoalan kejiwaan. Kecuali masalah pidana. Tetapi, lanjut dia, atas munculnya aksi nekat percobaan bunuh diri dengan manjat tower akan menjadi perhatian kedepan. Serta berharap pemilik tower dapat memperketat arealnya. Dengan memasang pagar sesuai standar pengamanan. Dan tidak memperkenankan pihak yang tidak berkepentingan memasuki areal tower. “Supaya tower atau tempat ketinggian tidak disalahgunakan,” kata Kasat. |
Selasa, 12 April 2011
Bunuh Diri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar